![]()  | 
Tampak luar rumah singgah Soekarno yang berada di kawasan 3-4 Ulu, Palembang. (Foto: Daffa Aqilah Febriyani)
PUYANG - Di kawasan 3-4 Ulu, tepatnya di Jalan KH. Azhari, berdiri sebuah rumah bersejarah yang menjadi saksi perjalanan Ir. Soekarno semasa pengasingan di Bengkulu.
Meski telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Palembang, rumah ini hingga kini masih dirawat secara mandiri oleh pewarisnya, Abdul Rahman (70) atau yang akrab disapa Pak Maman.
“Semua perawatan saya lakukan sendiri. Pemerintah hanya memasang plang cagar budaya, tapi untuk perawatan tidak ada bantuan,” ujar Pak Maman saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.
Rumah yang kini berusia 88 tahun ini dibangun pada 1937 oleh H. Nanang, kakek dari Pak Maman.
H. Nanang dikenal sebagai tokoh dermawan yang aktif mendukung pendidikan di Palembang dan sering mendatangkan tenaga pengajar dari Padang maupun Jawa. Salah satunya adalah Raden Panali, sahabat dekat Soekarno.
Menurut penuturan keluarga, Soekarno pernah singgah di rumah tersebut sekitar tahun 1938 saat sedang dalam masa pengasingan di Bengkulu.
“Waktu itu Soekarno makan di rumah panggung belakang dan sempat berdiskusi dengan tokoh-tokoh pejuang di rumah ini,” kenang Pak Maman.
Kisah rumah ini mulai dikenal publik sejak tahun 2018, setelah diliput oleh media lokal. Sejak itu, banyak pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan dari berbagai daerah datang berkunjung untuk menyaksikan langsung rumah yang disebut sebagai rumah singgah Soekarno di Palembang.
Meski sudah berstatus Cagar Budaya Kota Palembang, perhatian dari pemerintah masih minim.
Pak Maman mengaku rumah tersebut hanya pernah dicat ulang tiga kali dan tidak pernah mengalami renovasi besar, demi menjaga keaslian bangunan.
“Kalau mau dijadikan aset pemerintah, saya setuju. Tapi harus ada pertanggungjawaban. Jangan hanya ditetapkan lalu dibiarkan,” tegasnya.
Pak Maman juga berharap pemerintah dapat membantu melengkapi bukti otentik sejarah, seperti foto atau dokumen resmi yang menunjukkan keterkaitan rumah tersebut dengan Soekarno.
“Saya sudah cari ke Museum Bengkulu, tapi belum ada foto atau dokumen resmi yang menunjukkan Soekarno bersama kakek saya,” katanya.
Kini, rumah kayu peninggalan masa kolonial itu menjadi tujuan wisata sejarah di Palembang. Banyak pengunjung datang untuk mengenang jejak perjuangan sang proklamator.
Namun, semua biaya perawatan masih ditanggung pribadi oleh keluarga.
Dengan usia bangunan yang hampir mencapai satu abad, Pak Maman berharap ada langkah nyata dari pemerintah dalam menjaga dan melestarikan rumah ini.
“Kalau rumah ini sampai dijual atau berpindah tangan, keasliannya bisa hilang,” ujarnya. (Putri Ayu Kharisma)
