
Jembatan Ampera Palembang. (Foto: Puyang)
PUYANG – Bahasa Palembang atau Baso Plembang merupakan warisan budaya yang tak ternilai bagi masyarakat Palembang. Bahasa ini memiliki dua tingkatan utama, yaitu Baso Plembang Sari-sari (BPS) dan Baso Plembang Alus (BPA) yang masing-masing memiliki aturan tersendiri dalam penuturannya.
Baso Plembang Sari-sari (BPS) digunakan secara umum dalam lingkup informal dan lebih santai oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Sementara itu, Baso Plembang Alus (BPA) lebih sering digunakan dalam percakapan yang lebih formal, terutama saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau dalam lingkungan keluarga sebagai bentuk penghormatan.
Namun, penggunaan bahasa ini mulai mengalami penurunan seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu, dengan memahami dan menggunakan kembali Baso Plembang, masyarakat dapat lebih berkontribusi dalam upaya pelestarian bahasa daerah.
Dalam Kamus bahasa Palembang, terdapat beberapa aturan dalam membaca kata-kata khas Palembang, antara lain:
- Huruf [û] dibaca antara u dan o, contoh: dûdů, bûlú.
- Huruf [î] dibaca antara i dan e, contoh: satî, potîh.
- Tanda [‘] dibaca dengan suara samar seperti ada huruf k, contoh: paca', para'.
- Huruf [ê] disebut e pepet, contoh: êkor, bolêh.
- Huruf [e] sebagai vokal, contoh: ageng, sinten.
- Huruf [k] dibaca jelas, contoh: rembak, bonyok.
Selain itu, berikut adalah beberapa contoh kosakata dalam Baso Plembang Alus dan Baso Plembang Sari-sari: