
![]() |
Penampilan Rumah Ong Boentjiet tampak depan yang terletak di lorong Saudagar Yucing, Kelurahan 3-4 Ulu, Palembang. (Foto: Daffa Aqilah Febriyani). |
Palembang — Terletak tak jauh dari tepian Sungai Musi, Rumah Ong Boentjiet menjadi salah satu peninggalan sejarah yang memikat perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara.
Rumah tua yang telah berdiri selama lebih dari 300 tahun ini bukan sekadar bangunan, tetapi saksi bisu dari geliat perdagangan lintas negara yang pernah berjaya di Palembang.
Bangunan bersejarah ini merupakan milik Ong Boentjiet, seorang saudagar asal Tionghoa yang aktif berdagang sejak zaman kolonial.
Menurut informasi pihak keluarga Ong, bangunan ini telah ada sejak masa penjajahan Belanda dan dulunya menjadi pusat aktivitas dagang seperti ekspor kopi, lada, dan rempah-rempah ke berbagai negara.
“Dulu rumah ini jadi tempat bongkar muat barang dari dan ke luar negeri. Jadi bukan hanya rumah tinggal, tapi pusat niaga keluarga,” jelas Ani (52), pengelola sekaligus menantu generasi ke-6 keluarga Ong.
Keunikan Rumah Ong Boentjiet tidak hanya terletak pada nilai sejarahnya, tetapi juga arsitekturnya yang mencerminkan alkulturasi budaya Tionghoa dan Palembang.
Gaya bangunannya memadukan unsur tradisional Tionghoa dengan arsitektur lokal, termasuk detail kayu ukir dan atap limas yang khas.
“Bangunan ini menunjukkan betapa harmonisnya kehidupan multikultur di Palembang tempo dulu,” tambah Ani.
Dibuka untuk umum sejak 2017, rumah ini kini menjadi bagian dari wisata edukatif sejarah Palembang.
Banyak pelajar, peneliti, dan wisatawan yang datang untuk belajar tentang sejarah perdagangan dan hubungan antara etnis Tionghoa, Melayu, dan komunitas lokal lainnya.
Selain itu, lokasinya yang strategis membuat rumah ini mudah diakses oleh pengunjung yang ingin menyusuri wisata heritage Palembang, termasuk kawasan 7 Ulu, Kampung Arab Al Munawar, dan Masjid Ki Marogan.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian warisan budaya, Rumah Ong Boentjiet kini terus dikembangkan menjadi pusat edukasi sejarah yang bisa dinikmati berbagai kalangan.
“Kami ingin rumah ini tetap hidup dan jadi tempat belajar sejarah untuk generasi muda,” tutup Ani. (Daffa Aqilah Febriyani & Putri Ayu Kharisma)