terkini

Tradisi Akad Nikah Ala Palembang: Makna Sakral di Balik Prosesi Jemput Wali Hingga Timbang Adat

Thursday, November 06, 2025, Thursday, November 06, 2025 WIB Last Updated 2025-11-06T11:00:00Z

 

Perlengkapan upacara Munggah yang terpajang di museum SMB II (Foto: Putri Ayu Kharisma)


PUYANG - Upacara akad nikah dalam adat Palembang bukan sekadar momen sakral penyatuan dua insan, melainkan juga rangkaian tradisi yang sarat simbol dan nilai budaya. 


Setiap tahap prosesi mengandung filosofi mendalam yang diwariskan turun-temurun, menjadikan pernikahan adat Palembang berbeda dari daerah lain di Nusantara.


Menurut Heri (47), petugas Dinas Kebudayaan bagian Cagar Budaya Kota Palembang, keunikan pertama terlihat dari lokasi akad nikah yang biasanya digelar di rumah mempelai pria. 


Sebelum prosesi dimulai, pihak pria mengutus wakil untuk melakukan “ngulemi” atau menjemput wali dari rumah calon pengantin perempuan.


“Uniknya, mempelai perempuan tidak hadir saat ijab qabul berlangsung. Ia menunggu di kamar sampai resmi menjadi istri,” ujar Heri saat ditemui baru-baru ini.


Susunan acara akad nikah adat Palembang berlangsung teratur dan penuh makna, dimulai dari pembukaan, pembacaan Kalam Ilahi, khotbah nikah, penyerahan mas kawin, ijab qabul, doa nikah, pengucapan taqliq talaq, penandatanganan dokumen, hingga penyerahan buku nikah. 


Setelah itu, tradisi ditutup dengan acara bersujudan sebagai simbol penghormatan antara kedua pihak keluarga.


Setelah akad, prosesi dilanjutkan dengan Munggah, yaitu momen kedua mempelai naik pelaminan sebagai tanda sah menjadi pasangan suami istri. 


Pada tahap ini, keduanya mengenakan busana adat Palembang seperti Aesan Gede atau Aesan Haji, lengkap dengan hiasan bungan langse dan tunggul jero dari janur kuning.


Tak kalah penting, terdapat tradisi hantaran dari pihak pria yang melambangkan niat dan tanggung jawab. Isinya meliputi kain songket, batik, jumputan, kosmetik, buah-buahan, kue, uang, hingga perhiasan.


Momen yang selalu menarik perhatian adalah acara gendong anak mantu, ketika ibu pengantin perempuan menyambut menantu pria dengan membalutkan kain songket di punggung dan menariknya masuk ke kamar anak perempuannya. 


Dilanjutkan dengan prosesi ketok pintu dan buka lawing, simbol pengantin pria membuka tirai wajah istrinya untuk pertama kali.


Dalam suasana penuh kebersamaan, acara makan-makan menjadi bagian yang ditunggu. Prosesi diawali dengan suru atau sirih penyapo, dilanjutkan dengan penyuapan nasi ketan kunyit dan ayam panggang oleh orangtua mempelai perempuan.


Ada pula prosesi cacap-cacapan, di mana orangtua pengantin pria mengusap ubun-ubun kedua mempelai dengan air bunga tujuh rupa sebagai simbol doa dan restu.


Sebagai penutup, dilakukan timbang adat, yaitu menimbang topi pengantin pria sebagai lambang keseimbangan dalam rumah tangga.


“Maknanya, pasangan ini akan saling melengkapi dan seia sekata dalam menjalani kehidupan rumah tangga,” tutup Heri.


Tradisi pernikahan adat Palembang bukan sekadar seremoni, melainkan wujud kearifan lokal yang menegaskan pentingnya harmoni, penghormatan, dan keseimbangan dalam membangun keluarga. (Putri Ayu Kharisma)


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tradisi Akad Nikah Ala Palembang: Makna Sakral di Balik Prosesi Jemput Wali Hingga Timbang Adat

Terkini

Topik Populer