
![]() |
Pengunjung sedang memperhatikan relief museum Monpera (Foto: Daffa Aqilah Febriyani) |
Palembang – Museum Perjuangan Rakyat (Monpera) di Palembang bukan hanya ikon arsitektur sejarah, tetapi juga menjadi rumah bagi relief monumental yang menggambarkan perjuangan rakyat Sumatera Selatan dalam peristiwa Perang 5 Hari 5 Malam.
Di balik relief ini, terdapat nama-nama besar pahlawan lokal yang perannya penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di wilayah Sumatera bagian Selatan.
Salah satu staf museum, M. Romiansyah (21), menjelaskan bahwa relief Monpera terbagi menjadi dua bagian besar. Di sisi kanan museum, relief menggambarkan perjuangan rakyat dan tentara Republik Indonesia melawan penjajahan Belanda dan Jepang.
Sementara di sisi kiri, relief melambangkan keberhasilan rakyat Sumatera Selatan dalam merebut kemerdekaan.
“Di relief ini kita bisa melihat gambaran sejarah nyata. Ada banyak tokoh penting yang diabadikan sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan mereka,” ungkap Romi.
Relief Monpera menggambarkan sejumlah tokoh pejuang kemerdekaan asal Sumatera Selatan, di antaranya: Dr. Adnan Kapau Gani (AK Gani) sekaligus menjaban sebagai gubernur pertama Sumatera bagian Selatan dan tokoh penting dalam diplomasi kemerdekaan.
Bambang Utoyo juga termasuk tokoh militer yang turut berperan dalam perjuangan fisik melawan penjajah.
Selain itu, H. Harun Sohar salah satu pejuang lokal yang turut bergerak bersama rakyat dalam mempertahankan wilayah Palembang.
Hingga Hasan Kasim, H. Abdul Rozak, dan H. Berlian sebagai tokoh masyarakat dan pejuang yang memiliki andil besar dalam menggerakkan semangat rakyat melawan penjajah.
![]() |
Tampilan relief perjuangan Lima Hari Lima Malam di Monpera Palembang. (Foto: Daffa Aqilah Febriyani) |
Proses pembangunan relief ini dimulai dari peletakan batu pertama pada 2 Agustus 1975, dan diresmikan pada 23 Februari 1988 oleh H. Alamsyah Ratu Prawiranegara.
Bahan relief terbuat dari material kokoh yang mampu bertahan hingga puluhan tahun.
Hingga tahun 2025, struktur utama masih utuh, meski ada beberapa kerusakan minor seperti hilangnya sebagian tulisan kutipan perjuangan.
Menurut pihak Monpera, setiap detail gambar pada relief mengandung cerita tersendiri yang menggambarkan semangat juang dan keberanian masyarakat Sumatera Selatan.
Filosofi yang ingin disampaikan adalah “jangan mundur sebelum merdeka,” sebuah pesan kuat bagi generasi penerus bangsa.
“Relief ini tidak hanya untuk dikenang, tapi juga sebagai pelajaran dan inspirasi bagi anak muda,” ujar Romi.
Pihak museum menyadari pentingnya pendekatan digital untuk menjangkau generasi muda.
Monpera kini aktif di media sosial, terutama Instagram, dan juga terdaftar dalam aplikasi Giwang sebagai platform informasi sejarah digital.
Romi berharap agar Monpera mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
“Banyak pengunjung mengeluhkan kondisi pencahayaan dan fasilitas di dalam museum. Harapan kami, fasilitas seperti lampu dan pendingin bisa diperbaiki agar Monpera semakin menarik dan nyaman dikunjungi,” jelasnya. (Putri Ayu Kharisma & Daffa Aqilah Febriyani)