.png)
Ilustrasi.
PUYANG - Semakin berkembangnya zaman dan teknologi, tren-tren baru juga terus bermunculan di sosial media. Bukan hanya itu, ia juga mampu merasuki pikiran banyak orang hingga berpengaruh besar dalam kehidupan mereka.
Fear Of Missing Out, atau yang biasa disingkat FOMO akhir-akhir ini menjadi tren hangat bagi para penikmat sosial media. Orang yang berperan besar dalam tren ini adalah para Influencer yang seringkali dijadikan acuan para netizen dalam kehidupannya.
Bukan hanya Influencer terkenal, bahkan lingkungan di sekitar pun dapat menjadi penyebabnya. Apa yang mereka makan, apa yang mereka kenakan, apa yang mereka lakukan, tak jarang membuat banyak orang mupeng dan mengikutinya tanpa alasan yang jelas dan hanya ingin ikut-ikutan. Inilah yang disebut FOMO.
Lebih jelasnya, merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), FOMO berarti kecemasan atau ketakutan akan kehilangan momen yang sedang terjadi di sekitar, terutama yang sedang viral atau tren di sosial media.
Tak sedikit anak muda yang pernah mengalami FOMO, salah satunya adalah seorang Mahasiswi bernama Zsa Zsa Adelia Attaqiyyah (18). Adel mengaku pernah sesekali mengikuti tren jedag-jedug yang dilakukan banyak orang serta mendengarkan lagu yang sedang viral.
Bagi Adel, penting untuk mencoba beberapa trend agar hidup terasa lebih berwarna asalkan itu tidak merugikannya.
“Ga ada salahnya sesekali ngikutin tren, asalkan difilter dulu boleh atau engga dilakuin,” ujarnya.
Jika dilihat dari sisi positifnya, FOMO bisa membuahkan hal yang baik jika dikelola dengan baik pula. Misalnya FOMO menyuarakan #freepalestina, memboikot produk-produk zionist, ikut olimpiade, dan lain-lain. Itu semua adalah hal-hal positif yang meskipun dimulai dari FOMO sesaat, nantinya bisa berkembang menjadi kebiasaan baik.
Namun jika dilihat dari sisi negatifnya, FOMO dapat menyebabkan tindakan konsumtif dan impulsilf hanya untuk ketenaran dan validasi semata tanpa tahu keadaan sendiri, mana yang kebutuhan dan mana gaya hidup yang tak selamanya harus dipenuhi.
Adel berkata tidak semua trend adalah keharusan untuk diikuti. Ikutilah hal yang pantas untuk diikuti saja, dan tinggalkanlah hal yang tidak pantas untuk diikuti..
“Menurut saya, tidak masalah FOMO selama FOMO dalam kebaikan. Kalau hanya sekedar trend pakaian atau musik tertentu, itu sebaiknya agak dikurangi karena dapat menghilangkan authenticity kita,” imbuh Adel.
Yang menakutkan, tren FOMO ini seakan tak pernah ada habisnya dan malah semakin menjadi setiap saaatnya. Inilah pentingnya memiliki kesadaran dan melek akan kemajuan yang ada. Tidak semua tren itu baik dan tidak semua tren itu buruk. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Pada dasarnya, FOMO merupakan sifat alami dari diri Manusia. Kita tidak ingin dikucilkan, tidak ingin tertinggal dan ingin diterima dalam suatu kelompok dengan tangan terbuka. FOMO bisa dibilang sebagai kebutuhan psikologis kita akan suatu pengakuan dalam hubungan sosial.
Untuk itu Adel menambahkan, kita harus terbiasa memfilter hal-hal baik dan buruk bukan hanya dari pendapat orang banyak, tetapi berdasarkan objektivitas dan suara hati. Karena ia meyakini, hati nurani akan selalu menentang kejahatan dan sesuatu yang buruk. Kenali diri kita sendiri, dan jauhi pertemanan FOMO yang berpotensi menghancurkan jati diri.
“Tidak apa-apa FOMO, tetapi tetap harus tau batasan. FOMO itu keren, tapi menjadi diri sendiri tanpa terbawa arus di tengah dunia FOMO itu baru luar biasa,” pungkasnya. (Nazayla Putri)